EKOSISTEM DAN PENGELOLAAN AGENS PENGENDALI HAYATI SERTA ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA TANAMAN PERKEBUNAN - Kabupaten Pasuruan

EKOSISTEM DAN PENGELOLAAN AGENS PENGENDALI HAYATI SERTA ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA TANAMAN PERKEBUNAN

22x dibaca    2024-06-14 12:24:00    Administrator

EKOSISTEM DAN  PENGELOLAAN  AGENS PENGENDALI HAYATI SERTA ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN  PADA TANAMAN PERKEBUNAN



Oleh:

Rudi Hartono 

ULPPTP Kabupaten Pasuruan

 

EKOSISTEM

Ekosistem adalah suatu unit fungsional yang tersusun dari komponen-komponen biotik dan nonbiotik yang saling mempengaruhi dan melibatkan berbagai sistem dalam aliran energi dan siklus materi (Begon et al., 2006). Aliran energi berlangsung dalam bentuk rantai dan jejaring makanan. Sumber energi berasal dari matahari. Energi fisik matahari ditangkap tumbuh-tumbuhan hijau melalui proses fotosintesa diubah menjadi energi biokimia, dan disimpan dalam ikatan kimia zat organik tanaman. Tanaman menjadi sumber energi bagi herbivora. Herbivora menjadi sumber energi karnivora. Selanjutnya tanaman, herbivora, dan karnivora mati menjadi sumber energi organime pengurai atau detritivora. Siklus materi terjadi melalui proses penguraian oleh makro dan mikroorganisme.

Bila ada satu atau dua jenis organisme mengalami kepunahan tidak akan ada alternatif jalur yang dapat dilalui oleh zat dan energi, sehingga bila ada perubahan lingkungan maka akan ada yang mengalami kepunahan atau bahkan ada pertumbuhan populasi (booming) yang tidak seimbang. Keseimbangan lingkungan akan stabil dan akan tetap terjaga apabila jumlah individu produsen lebih besar daripada jumlah konsumen I, demikian juga jumlah konsumen I harus lebih besar dari jumlah konsumen II, dan seterusnya jumlah konsumen II harus lebih besar dari jumlah konsumen III. Apabila faktor biotik dan abiotik mengalami perubahan maka keseimbangan lingkungan menjadi terganggu, misalnya akibat penggundulan hutan, bencana alam adan perburuan liar (Yanto, 2013). Ekosistem ada dua macam yaitu ekosistem alami (natural ecosystem) seperti di hutan tropis dan ekosistem buatan manusia (man made ecosystem). Ekosistem pertanian merupakan ekosistem buatan manusia dan berbeda dengan ekosistem alami (natural ecosystem). Ekosistem pertanian kurang stabil dibanding dengan ekosistem alami karena keanekaragaman hayatinya lebih rendah. Eksplosi hama seperti wereng dan tikus pada padi mengindikasikan ekosistem yang tidak stabil. Untuk mencapai produktifitas tanaman yang tinggi - khususnya tanaman pangan - dan berkelanjutan serta ramah lingkungan, dalam mengelola ekosistem pertanian diperlukan sikap yang arif dan bijaksana.

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu komponen ekosistem pertanian, oleh karena berpotensi tinggi sebagai hama, penyakit, atau gulma tanaman maka penting dikelola dan dikendalikan. Serangan OPT pada suatu saat dan pada suatu tempat dapat diprediksi berdasarkan pengalaman dalam waktu silam. Demikian juga kegagalan maupun keberhasilan pengendalian OPT di masa lampau menjadi pengalaman sangat berharga untuk mengelola dan mengendalikan OPT yang arif. Komoditas perkebunan dipilih sebagai fokus pembahasan pengelolaan ekosistem pertanian karenamempunyai nilai yang signifikan dalam mensejahterakan rakyat. Kecukupan pangan  dan komitete lainnya  terutama beras dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional (Wagiman, 2013; BBPOPT, Jatisari 2013).

 

1. PENGELOLAAN EKOSISTEM

Sistem produksi pertanian meliputi kegiatan pra-panen di lahan tanam (on farm) dan pasca panen di gudang (off farm). Pengelolaan ekosistem pertanian merupakan kegiatan budidaya tanaman berdasarkan konsep Good Agricultural Practices (GAP) yaitu budidaya tanaman sehat. Benih yang unggul dan sehat. Media tanam yang baik. Saat tanam yang tepat. Pola tanam yang baik; monokultur, tumpangsari, atau tumpang gilir. Cara tanam yang baik termasuk jarak tanam yang tepat, di tempat terbuka atau terlindung. Pengairan cukup. Pemupukan berimbang. Monitoring intensif OPT dan kondisi lahan. Perawatan tanaman intensif temasuk melindungi tanaman dari acaman serangan OPT, pembentukan pohon, pruning, weeding. Panen dilakukan pada saat dan umur tanaman yang tepat serta cara yang baik untuk mencegah kehilangan pasca panen. Hasil panen diolah dan sebelum dikonsumsi atau dijual lalu disimpan di gudang dengan cara yang benar agar awet baik kuantitas maupun kualitasnya.

Revolusi hijau yang berlangsung sejak 1960an dan intensif sejak 1968 dengan mengadopsi varietas padi unggul antara lain PB8, pupuk kimia NPK, dan mekanisasi, membawa keberhasilan swasembada beras antara lain pada tahun 1984. Namun produktivitas padi tidak berlangsung lama oleh karena eksplosi hama wereng coklat sehingga terbit Inpres 3 tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Coklat Pada Tanaman. Belajar dari pengalaman tersebut maka anjuran teknologi budidaya adalah teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu diantaranya adalah teknologi SRI (System of Rice Intensification) organik. Bertanam padi organik merupakan pendekatan yang tepat untuk mendapatkan hasil panen yang lebih menguntungkan, berkelanjutan, dan ramah lingkungan, daripada teknologi konvensional. Widiarta, et al. (2011) melaporkan bahwa nilai B/C rasio pada sistem pertanian organik dan konvensional masing-masing sebesar 1,7 dan 0,9.

Sistem pertanian organik tidak diragukan keunggulannya; produksi relatif sama, keanekaragaman hayati lebih tinggi, keragaman hama relatif sama tetapi kompleks musuh alami lebih tinggi, dan lebih berkelanjutan daripada pertanian konvensional. Purwati (2010) menulis bahwa sistem pertanian organik menghasilkan hasil sebanding pertanian industri dengan input yang tinggi. Ringkasan hasil penelitian di AS selama 10 tahun terakhir sebagai berikut. Dari 69 musim tanam jagung, hasil panen jagung organik sebanyak 94% dari pada konvensional. Dari 55 musim tanam kedelai di lima Negara, hasil panen organik sebanyak 94% daripada konvensional. Dari percobaan 16 tahun tanam gandum, hasil panen organik sebanyak 97% daripada konvensional. Dari 14 tahun penelitian komparatif tomat, hasil panen tomat organik tidak berbeda dengan yang menggunakan pestisida sintetik. Para pengkritik mengklaim bahwa kerugian akibat hama akan meningkat. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kerusakan tomat di 18 pertanian komersial antara separuh sistem pertanian organik bersertifikat dan separuh konvensional. Keanekaragaman hayati Arthropoda, rata-rata sepertiga lebih besar pada pertanian organik daripada pertanian konvensional. Tidak ada perbedaan kelimpahan hama yang signifikan antara keduanya, tetapi kepadatan musuh alami lebih banyak di pertanian organik, dengan kekayaan spesies yang lebih besar dari semua kelompok fungsional (herbivora, predator, parasitoid). Sistem pertanian organik menjamin keberlanjutan. Peringkat pertama, kedua dan ketiga dalam pelestarian lingkungan dan ekonomi, berturut-turut dilaporkan pada sistem organik, terpadu, dan konvensional.

2. PENGELOLAAN AGENS HAYATI

Pengertian agens hayati

Pengertian agens hayati mengikuti Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 411/ kpts/ TP.120/ 6/ 95 tanggal 1 Juni 1995 Tentang Pemasukan Agens Hayati Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Pasal 1 ayat 1. Agens hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembanggannya dapat dipergunakan dalam pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

Musuh alami dan agens pengendalian hayati

Dilihat dari aspek peran atau fungsi agens hayati di ekosistem sebagai stabilisator dan dinamisator OPT, agens hayati bermakna sebagai musuh alami (natural enemies) OPT. Musuh alami bekerja secara alami tanpa campur tangan manusia membantu petani mengendalikan OPT (natural control). Peran musuh alami ditingkatkan dengan teknik tertentu berarti melibatkan campur tangan manusia disebut pengendalian hayati (biological control). Musuh alami dikelompokkan menjadi predator, parasit(oid), dan patogen. Musuh alami yang telah dipastikan kehandalannya melalui kajian mendalam berdasarkan kriteria yang dikehendaki disebut agens pengendalian hayati (APH) atau biological control agents (BCA).

Karakteristik Agens Hayati

Dilihat dari aspek varasi jenis inang atau mangsa, agens hayati ada yang jenis inang atau mangsanya terbatas (spesialis, eksklusif) dan banyak (polifagus, generaslis). Di ekosistem padi dan tanaman pangan lainnya banyak ditemukan agens hayati generalis seperti laba-laba, serangga Carabidae (kumbang karab), dan Coccinellidae (kumbang kubah). Parasitoid telur termasuk kelompok agens hayati yang inangnya terbatas. Agens hayati generalis tidak tergantung pada kelimpahan mangsa sedangkan yang spesialis tergantung pada kelimpahan mangsa. Tidak tergantung artinya berapa pun populasi OPT sebagai mangsa yang tersedia dalam kurun waktu tertentu, populasi agens hayati relatif tidak berubah. Tergantung artinya populasi agens hayati berubah mengikuti perubahan populasi OPT sebagai mangsa atau inangnya, seiring dengan berjalannya waktu.

3. Organisme Pengganggu Tumbuhan ((OPT)

OPT yang menjadi inang atau mangsa dari APH meliputi hama, penyebab penyakit (patogen), dan gulma. Hama ialah binatang perusak, baik perusak tanaman maupun produk pasca panen di gudang. Penyebab penyakit tanaman atau patogen tumbuhan ialah mikroorganisme yang menjadi penyebab tanaman sakit atau produk pasca panen rusak. Gulma mempunyai banyak pengertian, antara lain ialah tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya, tumbuhan yang tidak dikehendaki kehadirannya, tumbuhan salah tempat.

Pengendalian hayati

Dalam upaya meningkatkan peran agens hayati dalam pengelolaan ekosistem, pertanyaannya adalah agens hayati yang mana, apakah termasuk tanaman tahan hama? Merujuk pengertian agens hayati dari Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 411/ kpts/ TP.120/ 6/ 95 maknanya luas. Skhema dalam Gambar 1 mejelaskan hubungan dan komponen pengendalian hayati (biological control) dan pengendalian para-hayati (parabiological control) (Barbosa & Braxton, 1993).

Variasi pendekatan pengendalian para-hayati. Diantara vairasi tersebut adalah mengubah genetika hama sasaran seperti teknik jantan mandul, mengubah tanaman inang hama seperti tanaman tahan hama contohnya varietas unggul tahan wereng (VUTW), tanaman transgenik dengan memasukkan gen Bacillus thuringiensis yang memproduksi racun. Menggunakan produk dari hama sasaran seperti seks atraktan, feromon agregasi, hormon atau kompon sintetik berasal dari hama. Demikian pula penggunaan antibiotik atau zat kimia yang memodifikasi perilaku makan berasal dari tumbuhan bukan inang atau alelo-kimia. Manipulasi habitat hama melalui pola bercocok tanam seperti polikultur, tanam serempak, pergiliran tanaman, dan sebagainya dengan tujuan mengkondisikan hama menjadi terganggu hidupnya karena persediaan pakan terputus (Barbosa & Braxton, 1993).

Variasi pendekatan pengendalian hayati. Pengendalian hayati dibagi dua sub-kategori utama. Yang pertama meliputi manipulasi musuh alami tanpa modifikasi dan berkembangbiak sendiri atau manipulasi kompetitor hama. Populasi musuh alami berkembang terus menerus dengan sendirinya tanpa disengaja, melalui redistribusi, introduksi, atau asosiasi baru. Yang kedua meliputi taktik hidup berkelanjutan atau tidak berkelanjutan namun melibatkan manipulasi atau modifikasi musuh alami dan kompetitor hama atau sumberdaya yang diperlukan oleh musuh alami dan kompetitor hama. Peningkatan populasi musuh alami dan kompetitor hama melalui augmentasi dan mengubah genotipe atau fenotipe dengan bioteknologi. Pendekatan lain adalah konservasi musuh alami dan kompetitor hama dengan memodifikasi habitat, tidak mengaplikasikan pestisida yang beracun terhadap musuh alami atau kompetitor hama. Penggunaan kompetitor hama tidak lazim dalam pengendalian hayati binatang perusak dan gulma. Namun dalam konteks pengendalian patogen tumbuhan, antagonis sangat penting. Antagonis mengurangi penyakit atau inokulum patogen melalui aktifitas mocroorganisme atau microfauna lain. Mikroorganisme antibiotik termasuk antagonis, menghasilkan produk metabolik yang dapat menghambat pertumbuhan patogen tumbuhan (Barbosa & Braxton, 1993).

Pengendalian hayati dalam pengertian sederhana adalah pengendalian hama (dalam arti luas binatang perusak, patogen, dan gulma) menggunakan APH. Merujuk skhema Gambar 1 ada perbedaan jelas antara pengendalian hayati dan pengendilan para-hayati Definisi pengendalian hayati adalah manipulasi langsung dan sengaja seluruhnya atau sebagian musuh alami dan kompetitor hama atau sumberdaya yang diperlukan musuh alami dan kompetitor hama ini, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya atau kepadatan populasi hama sampai pada atau di bawah ambang ekonomi hama sasaran. Definisi pengendalian para-hayati adalah memanipulasi langsung dan sengaja seluruhnya atau sebagian hama dan sumberdaya yang diperlukan hama, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya atau kepadatan populasi hama sampai pada atau di bawah ambang ekonomi hama sasaran (Barbosa & Braxton, 1993).

Perananan Agens Hayati

Suatu ekosistem, agens hayati atau musuh alami berperan sebagai stabilisator dan dinamisator populasi OPT. Kriteria keefektifan agens hayati adalah rerata dan variasi temporal kepadatan populasi hama rendah (Murdoch, 1989). Agens hayati yang handal mampu menemukan dan membunuh OPT, menekan populasi OPT dan mempertahankan populasi OPT di bawah ambang ekonomi, mampu bertahan hidup dan berkembangbiak sepanjang waktu di lahan.  Ekosistem yang dikelola antara lain lahan pertanian. Vegetasi yang berada pada semua habitat dari ekosistem pertanian mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan jenis arthropoda setempat baik hama maupun herbivora lain dan musuh alaminya. Oleh karena itu, jenis vegetasi spesifik pada habitat tanaman dan tumbuhan lain berpotensi untuk ditanam, dimanipulasi, atau malah sengaja dihancurkan karena dikawatirkan menjadi sumber hama. Dalam upaya rekayasa ekologi di ekosistem pertanian, baik tanaman (crop) maupun tumbuhan liar (noncrop) ditanam (Herzog & Funderburk, 1986).

Lanskap yang beragam mencegah eksplosi hama. Mengapa ekosistem pertanian kita memperlemah pengendalian alami terhadap hama? Karena persediaan aneka jenis pakan di ekosistem pertanian terbatas, tidak imbang antara keberadaan kompleks herbivora (termasuk hama) dan kompleks musuh alami. Kondisi jejaring makanan yang kompleks lebih stabil. Mangsa alternatif yang tersedia memberikan banyak pilihan bagi predator ketika satu jenis mangsa tidak tersedia dan memberi kesempatan pada predator untuk berganti jenis mangsa (switching). Suatu predator dapat switching ke jenis mangsa yang lebih melimpah ketika jenis mangsa yang disukai mulai terbatas. Kondisi ini memberi kesempatan hama untuk meningkatkan populasinya dan mencegah kepunahan (Tallamy, 2012).

Kenapa jejaring makanan yang kompleks di ekosistem pertanian jarang? Karena tanaman-tanaman yang mendukung kompleks jejaring makanan tidak ditanam. Semakin banyak jenis tanaman yang ditanam di ekosistem pertanian semakin banyak jenis serangga herbivora yang tersedia. Semakin banyak serangga herbivora semakin banyak predator. Untuk mengendalikan hama harus mempunyai hama. Bagaimana meningkatkan peran musuh alami? Sediakan pakan alternatif yaitu serangga herbivora. Apa itu predator generalis? Hampir semua yang memakan serangga adalah predator generalis. Berapa banyak serangga predator diperlukan untuk menjaga kompleks jejeraring makanan? Banyak. Sebagai contoh burung pemakan serangga di California yang sedang memberi pakan eksklusif anak-anaknya berupa ulat. Baik induk jantan maupun betina berburu ulat dari jam 6 pagi sampai 8 petang dan tiap 3 menit dapat membawa ulat. Dalam 27 menit ditangkap sebanyak 30 ulat. Sepasang induk burung tersebut mampu membawa 309-570 ulat ke sarang setiap hari (Brewer, 1961 dalam Tallamy, 2012). Induk burung ini memberi makan anak-anaknya selama 16 hari sampai sebelum bisa terbang dan mandiri. Jadi untuk dapat memelihara anak burung satu sarang hingga dewasa diperlukan 4800 ulat. Jika satu pohon ada 25 ekor, maka diperlukan 192 pohon untuk menyediakan pakan anak burung satu sarang.

Asal tumbuhan mempengaruhi serangga herbivora setempat. Semua tumbuhan tidak menghidupi satwa yang sama. Tumbuhan asing hanya menghidupi sedikit serangga. Serangga tidak dapat memakan tumbuhan asing karena dilindungi oleh zat antifidan. Kebanyakan serangga dapat hidup dan berkembangbiak hanya pada tumbuhan yang sama-sama mengalami sejarah koevolusi (Ehrlich & Raven, 1964 dalam Tallamy, 2012). Serangga yang spesialis pada satu tumbuhan tidak mampu lama bertahan hidup dengan makan pada tumbuh-tumbuhan lain. Sebanyak 90% dari semua serangga fitofagus hanya dapat memakan tiga famili tumbuhan atau lebih sedikit. Kebanyakan serangga toleran pada beberapa jenis tumbuhan yang berdekatan kekerabatannya (Tallamy, 2012).

Pengelolaan Agens Hayati Pada Ekosistem Perkebunan (Menurut Wagiman 2013)

Meningkatkan peran agens hayati

Peningkatan keanekaragaman hayati. Sistem pertanian organik meningkatkan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman tanaman berhubungan sangat erat dengan peran agens hayati di ekosistem pertanian intensif dalam menekan serangan OPT namun belum banyak dipraktekkan petani. Meskipun kepadatan populasi predator (didominasi oleh Carabidae dan Stapylinidae) telur lalat akar kobis Delia brassicae Weidemann (Dipetera: Anthomuiidae) tidak berbeda nyata antara kobis dengan dan tanpa interkroping dengan Trifolium sp. yakni tamaman legominous dari Famili Fabaceae, tetapi populasi telur hama tersebut konsisten lebih rendah pada yang dengan interkroping (van Emden, 1989).

Rekayasa ekologi. Komponen ekologi OPT yakni faktor fisik (iklim) dan hayati (musuh alami dan pakan). Rekayasa ekologi dimaksudkan untuk membuat lingkungan tidak kondusif  bagi pertumbuhan dan perkembangan OPT. Untuk OPT yang menyukai kondisi lembab dan hangat, maka naungan dikurangi, pengaturan jarak tanam, atau pemangkasan sebagaimana pengelolaan tanaman kopi. Untuk mempertahankan musuh alami tetap berada di tanaman dan sekitarnya, maka disediakan jenis tanaman lain atau tumbuhan liar yang diserang serangga sebagai inang atau mangsa, penghasil nektar, dan polen. Ketersediaan pakan atau media tumbuh untuk OPT dibatasi. Pergiliran tanaman, pergiliran varietas, pemberoan tanah, waktu tanam yang tepat, merupakan contoh untuk memutus ketersediaan pakan atau media tumbuh OPT.

Menambah populasi agens hayati. Upaya peningkatan peran parasitoid telur Trichogramma bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae) untuk pengendalian hama penggerek polong kedelai (Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae)) dapat dilakukan dengan menambah populasi atau melepas parasitoid. Parasitoid dilepas di pertanaman kedelai umur 48, 55, 62 HST pada pukul 06.00 WIB, 20 cm di atas permukaan pertanaman, masing-masing sebanyak 2.500 ekor. Telur penggerek polong (Etiella spp.) pada perlakuan terparasit sebanyak 34,47, 46,87, dan 65,88%, sedangkan pada kontrol sebanyak 5, 5,28 dan 5,28%. Seranggan penggerek polong dan hasil panen kedelai pada perlakuan adalah 13,08% dan 1,57 ton/ha, sedangkan pada kontrol 30,36% dan 0,82 ton/ha (Marwoto dan Saleh, 2003).

Menanam tanaman perangkap. Untuk mengendalikan hama harus mempunyai hama (Tallamy, 2012). Hama tersebut untuk memerangkap agens hayati. Contoh upaya meningkatkan peran agens hayati pada tanaman cabai. Hama sasaran adalah kutu cabai Aphis gossypii dan musuh alaminya (predator) adalah kumbang kubah Menochilus sexmaculatus. Tanaman kacang panjang ditanam di sekeliling petak cabai 3 minggu sebelum cabai ditanam. Pada saat cabai ditanam, kacang panjang sudah banyak diserang oleh kutu Aphis craccivora dan predator M. sexmaculatus melimpah pada tanaman kacang panjang dengan memangsa A. craccivora. Seiring dengan pertumbuhan cabai terjadi peningkatan populasi hama A. gossypii diikuti oleh peningkatan populasi predator M. sexmaculatus yang berasal dari tanaman perangkap, hasilnya A. gossypii terkendali (Wagiman, 2006). Predator M. sexmaculatus sering ditemukan pada kacang panjang yang ditanam di pematang sawah. Predator tersebut berpeluang sebagai pengendalian wereng coklat (Nilaparvata lugens). Kemampuan makan individu M. sexmaculatus larva instar I, II, III, dan IV serta imago berturut-turut sebanyak 2,50; 4,47; 7,54; 8,08 dan 7,55 ekor wereng coklat/hari (Silaban, 2013).

Menyediakan bahan-bahan organik di sekitar lahan sebagai media berkembangbiak bagi serangga netral. Pupuk kandang, limbah asal hewan, atau bahan organik lainnya, jika disediakan di pematang sawah, merupakan media perkembangbiakan serangga netral antara lain lalat. Belatung dan lalat merupakan sumber pakan agens hayati generalis seperti laba-laba, predator Carabidae, dan Staphylinidae. Salah satu contoh adalah tomcat Paederus fuscipes (Coleoptera: Staphylinidae), di alam diketahui sebagai predator 11 jenis serangga lain sehingga berperan penting dalam mengendalikan hama (Devi, et al., 2003). Tomcat berpotensi sebagai agens hayati yang efektif terhadap wereng coklat di ekosistem sawah. Kemampuan memangsa P. fuscipes terhadap N. lugens sebanyak 6 ekor/24 jam (Tamba, 2013).

Inundasi musuh alami: dilakukan dengan cara menambah populasi musuh alami di lapang untuk dapat menekan populasi OPT dengan cepat sebagaimana aplikasi insektisida. Pekerjaan ini tidak mudah karena agens hayati yang dilepas merupakan makluk hidup sehingga memerlukan perhitungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya  seperti suhu, kelembaban, curah hujan, sinar matahari, dan inang dari populasi musuh alami itu sendiri.

Meningkatkan peran agens hayati dalam kondisi populasi OPT terkendali

Dalam konteks perlindungan tanaman dari serangan OPT, kondisi eksositem idealnya adalah pembunuh (agens hayati) sudah tersedia sebelum yang dibunuh (hama) datang. Dilihat dari peran agens hayati sebagai faktor mortalitas OPT, agens hayati generalis kurang efektif dibanding dengan yang spesialis. Namun demikian agens hayati generalis di ekosistem pertanian (sawah) berperan penting sebagai pelindung tanaman dari hama yang sedang berkolonisasi. Berkolonisasi artinya OPT (hama) datang, hinggap pada tanaman, makan tanaman, dan berkembangbiak. Rumus perkembangan populasi eksponensial ini No = Nt.ert membantu penjelasan. Yang datang (misalnya wereng) populasinya dalam jumlah sedikit (No). Jika yang sedikit itu sebagian besar dapat dibunuh seawal mungkin maka perkembangan populasi hama sangat dihambat. Jadi populasi OPT pada waktu "t" (Nt) sangat ditentukan oleh besarnya populasi OPT pada No, laju perkembangan populasi OPT (r), dan periode waktu "Ëœt".

KESIMPULAN

Peran agens hayati dalam pengelolaan ekosistem adalah mengendalikan populasi OPT baik secara alami maupun sengaja dimanipulasi sebagai agens pengendalian hayati. Dalam ekosistem tanaman perkebunan peran agens hayati sebaiknya lebih ditekankan pada kondisi populasi OPT terkendali, sebagai stabilisator dan dinamisator, untuk mencegah populasi meningkat menuju eksplosi. Dalam kondisi populasi OPT di atas ambang ekonomi dan peluang tanaman masih dapat diselamatkan, peran agens hayati sebagai supresor untuk menekan populasi OPT sampai pada posisi di bawah ambang ekonomi. Peran agens hayati dapat ditingkatkan secara kuantiatif dengan augmentasi, introduksi, dan konservasi. 

Komentar (0)

  1. Belum ada komentar

Tulis Disini