POTENSI TANAMAN CENGKEH DI KABUPATEN PASURUAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI
Oleh:
Rudi Hartono, SP.
ULPPTP Kabupaten Pasuruan
PENDAHULUAN
Salah satu komoditi ekspor yang diperdagangkan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya di pasar dunia adalah cengkeh. Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum) adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh atau dalam bahasa Inggris disebut cloves adalah tanaman asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek (Tupamahu, 2015).
Kegunaan produk cengkeh lainnya disamping sebagai bahan baku rokok kretek dalam industri adalah minyak cengkeh. Bahan baku minyak cengkeh dapat berasal dari bunga cengkeh, gagang/tangkai dan daun. Pada saat harga bunga cengkeh tinggi, bunga cengkeh yang digunakan sebaiknya bunga cengkeh dengan mutu rendah atau hasil sortiran (Tupamahu, 2015).
Sejak tahun 1996 produksi cengkeh Indonesia mengalami penurunan drastis akibat ketidak pastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanamannya sehingga pertanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit seperti Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Gugur Daun Cengkeh (GDC) dan penggerek batang cengkeh.
Pada tahun 1995 produksi cengkeh nasional mencapai 90.007 ton turun menjadi 52.903 ton pada saat panen kecil tahun 1999 dan hanya mencapai 79.009 pada saat panen besar tahun 2002. Di lain pihak kebutuhan cengkeh untuk rokok kretek naik menjadi rata-rata 92.133 ton/tahun. Terjadinya kekurangan pasokan tersebut merupakan tantangan bagi petani dan pengusaha untuk dapat memenuhinya. Keseimbangan pasokan terhadap permintaan dapat dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman, didukung dengan harga beli yang layak oleh pabrik rokok.
Selain ketidak pastian harga jual, masalah yang dihadapi petani cengkeh adalah : (1) masa awal produksi cengkeh yang cukup lama yaitu setelah umur 5 - 7 tahun, (2) fluktuasi hasil yang cukup tinggi yang dikenal dengan siklus 2 - 4 tahun, produksi yang tinggi pada satu tahun tertentu diikuti dengan penurunan produksi 1 - 2 tahun berikutnya.
Berkaitan dengan Prioritas Pembangunan Pertanian Nasional diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meletakkan landasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi nasional, sudah selayaknya revitalisasi juga dilakukan dalam agribisnis cengkeh. Ini penting, mengingat sumbangannya yang besar terhadap pendapatan negara dan penyedia lapangan kerja. Dilain pihak pasokan cengkeh sebagai bahan baku rokok kretek semakin mengkhawatirkan. Revitalisasi dalam agribisnis cengkeh diarahkan pada: (1) pengamanan penyediaan cengkeh untuk industri rokok serta (2) pengamanan pendapatan petani sebagai produsen cengkeh (Kementerian Pertanian, 2005).
Kondisi diatas juga dialami oleh petani cengkeh di Kabupaten Pasuruan. Kondisi umur tanaman yang sudah melebihi 10 tahun serta kurangnya perhatian baik dari pemilik lahan maupun pembinaan dari instansi terkait turut berdampak terhadap keberlangsungan komoditas cengkeh.
Banyak petani mengeluh karena harga cengkeh tidak bisa stabil bahkan cenderung menurun, sementara harga rokok terus meningkat, sehingga keuntungan hanya dinikmati pabrik rokok. Selama ini pabrik rokok lebih banyak menikmati keuntungan dari komoditas cengkeh dibandingkan petani sendiri.
Saat ini kondisi pertanaman cengkeh di Kabupaten Pasuruan banyak terserang oleh OPT terutama penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) dan penggerek batang cengkeh. Sehingga mengakibatkan penurunan hasil panen.
Permasalahan yang dihadapi oleh petani cengkeh khususnya di wilayah Kabupaten Pasuruan antara lain adalah:
1. Bioekologi Cengkeh
Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat.
Tanaman cengkeh memiliki daun tunggal, bertangkai, tebal, kaku, bentuk bulat telur sampai lanset memanjang, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, tulang daun menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 6-13,5 cm, lebar 2,5-5 cm, warna hijau muda atau cokelat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua (Mayuni, 2006).
2. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI
Klasifikasi Tanaman Cengkeh
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium aromaticum (L.) Merr.& Perry
Tanaman cengkeh memiliki sifat yang khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga. Tanaman cengkeh selain menghasilkan bunga, juga menghasilkan limbah berupa gagang dan daun gugur. Jumlah daun gugur rata-rata per 10 pohon setiap minggu masing-masing umur 5 dan 18 tahun adalah 4,53 dan 8,81 kg daun cengkeh kering dan dapat disuling untuk diambil minyaknya (Mayuni, 2006)
3. Varietas Cengkeh
1. Cengkeh Si Putih
Cengkeh Si Putih memiliki daun berwarna hijau muda (kekuningan) dengan daun relatif besar. Cabang-cabang yang utama mati sehingga percabangan seolah baru dimulai pada ketinggian 1,5-2 m dari permukaan tanah. Cabang dan daun jarang sehingga kelihatan kurang rindang.
Mahkota berbentuk bulat atau agak bulat, relatif besar dari si kotok dengan jumlah bunga pertandan kurang dari 15 kuntum. Bunga masak tetap berwarna hijau muda. Atau putih tidak berubah menjadi kemerahan. Tangkai bunganya relatif panjang, mulai berproduksi umur 6,5-8,5 tahun sejak disemaikan. Produksi dan kualitas bungan Cengkeh Si Putih rendah (Suparman, dkk, 2017).
2. Cengkeh Si Kotok
Cengkeh Si Kotok memiliki daun pada awalnya berwarna hijau muda kekuningan kemudian berubah menjadi hijau tua dengan permukaan atas licin dan mengkilap. Helaian daun Cengkeh Si Kotok agak langsing dengan ujung agak membulat cabang yang utama tetap hidup sehingga percabangannya kelihatan rendah sampai permukaan tanah. Ruas daun Cengkeh Si Kotok dan cabang Cengkeh Si Kotok rapat serta rimbun.
Mahkota bunga Cengkeh Si Kotok berbentuk piramid atau silindris. Bunga Cengkeh Si Kotok relaitif kecil dibandingkan dengan si putih, bertangkai panjang, jumlah bunga 20-50 kuntum pertandan. Mulai berbunga pada umur 6,5-8,5 tahun. Bunga Cengkeh Si Kotok berwarna hijau ketika masih muda dan menjadi kuning saat matang dengan pangkal bertwarna merah.
Adaptasi dan produksinya lebih baik daripada si putih, tetapi lebih rendah daripada zanzibar. Cengkeh tipe sikotok ini termasuk tipe cengkeh dengan kualitas sedang (Suparman, dkk, 2017).
3. Cengkeh Zanzibar
Cengkeh Zanzibar merupakan cengkeh terbaik karena mempunyai daya adaptasi yang luas, berproduksi tinggi, berkualitas baik, sehingga sangat dianjurkan untuk dibudidayakan. Daun Cengkeh Zanzibar pada mulanya berwarna merah muda kemudian berubah menjadi hijau tua mengkilap pada permukaan atas dan hijau pucat memudar pada bagian bawah. Pangkal tangkai daun Cengkeh Zanzibar berwarna merah.
Bentuk daun Cengkeh Zanzibar agak langsing dengan bagian terlebar tepat di tengah. Ruas daun dan percabangannya rapat merimbun. Cabang utama yang pertama hidup, sehingga tajuknya rapat dengan permukaan tanah. Sudut-sudut cabang Cengkeh Zanzibar lancip (kurang dari 45o) sehingga mahkotanya berbentuk kerucut.
Tipe Cengkeh Zanzibar mulai berbunga pada umur 4,5-6,5 tahun sejak disemaikan. Bunga Cengkeh Zanzibar agak langsing, bertangkai pendek, ketika muda berwarna hijau dan berubah menjadi kemerahan setelah matang petik. Percabangan bunga Cengkeh Zanzibar banyak dengan jumlah bisa lebih dari 50 kuntum per tandan (Suparman, dkk, 2017).
4. Berbagai Manfaat Cengkeh
a. Industri Rokok
Sejak tahun 1980 cengkeh digunakan sebagai periang yaitu sebagai pencampur tembakau ditambah rempah – rempah (Kemala,1988). Rokok hasil campuran antara cengkeh dan rempah lainnya disebut rokok kretek, sedang rokok campuran tembakau dan rempah atau sauslainnya tanpa cengkeh disebut rokok sigaret atau lebih populer disebut rokok putih (Nurdjannah, 2004).
Indonesia merupakan negara produsen dan sekaligus konsumen cengkeh terbesar di dunia karena sebagian besar cengkeh yang diproduksi adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik rokok kretek. Kriteria mutu cengkeh yang diinginkan pada setiap pabrik berbeda dan dirahasiakan. Namun secara umum, faktor penentu pemilihan cengkeh adalah kadar minyak atsiri, kadar eugenol, daya penyerapan air merupakan preferensi penentu pabrik dalam menentukan mutu yang diinginkan. Selain itu sifat fisikanya seperti warna, kadar air, kadar kotoran keseimbangan antara eugenol, eogenol asetat dan ? – caryophyllen (Nurdjannah, 2004).
Faktor di atas dipengaruhi oleh banyak faktor yang menyangkut tanaman, lingkungan (tanah dan iklim) serta berbagai perlakuan prapanen dan pascapanen. Yang biasa dipakai campuran dalam rokok kretek adalah bunga cengkeh, namun demikian tangkai cengkeh banyak pula dipakai dalam rokok kretek yang diproduksi oleh perusahaan perusahaan rokok yang kecil (Nurdjannah, 2004).
Fungsi cengkeh dalam rokok kretek disamping memberikan aroma khas cengkeh, rasa panas dan sifat mengkretek juga memberikan rasa menggigit, langu dan pahit. Hal ini menurut penelitian disebabkan karena perokok rokok kretek cenderung lebih sering dan lebih lama menghisap rokoknya. Karena itu rokok kretek sama berbahayanya dengan rokok putih (Nurdjannah, 2004).
Senyawa eugenol mempunyai flavor rempah cengkeh dengan rasa yang pedas dan panas, sehingga banyak dipergunakan sebagai penambah flavor rajangan bunga cengkeh pada rokok keretek. Senyawa turunan eugenol yaitu senyawa isoeugenol dan isoeugenol asetat yang memiliki aroma wangi floral yang enak dan lebih lembut dari eugenol tetapi masih memiliki aroma cengkeh yang lembut, sehingga cocok sebagai flavor pada sejumlah produk rokok filter (Towaha, 2012)
b. Industri Obat-obatan
Minyak Cengkeh
Produk samping dari tanaman cengkeh adalah minyak cengkeh. Tergantung dari bahan bakunya ada tiga macam minyak cengkeh, yaitu minyak bunga cengkeh, minyak tangkai cengkeh, dan minyak daun cengkeh. Rendemen dan mutu dari minyak yang dihasilkan dipengaruhi oleh asal tanaman, varietas, mutu bahan, penanganan bahan sebelum penyulingan, metode penyulingan serta penanganan minyak yang dihasilkan.
Bunga cengkeh dan tangkainya biasanya digiling kasar dulu sebelum penyulingan untuk memecahkan sel-sel minyak dan memperluas permukaan sehingga minyak dapat lebih mudah ke luar dari dalam sel, sedangkan daun cengkeh tidak membutuhkan pengecilan ukuran. Bahan tersebut disuling dengan cara uap dan air, atau cara uap langsung dengan periode waktu yang berlainan antara 8–24 jam tergantung dari keadaan bahan dan kandungan minyaknya. Bunga dan tangkai cengkeh membutuhkan waktu yang lebih lama karena kadar minyaknya yang jauh lebih tinggi daripada daun cengkeh.
Bunga cengkeh mengandung minyak sekitar 10–20%, tangkai cengkeh 5–10% dan daun cengkeh 1–4%. Kandungan utama dari minyak cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat dan caryophyllen (Nurdjannah, 2004).
Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik, antispamosdik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi. Begitupun dengan salah satu turunan senyawa eugenol, yaitu isoeugenol yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku obat antiseptik dan analgesik. Aktivitas eugenol sebagai antimikroba dan antiseptik banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat kumur (mouthwash), pasta gigi, toilet water, cairan antiseptik, tisue antiseptik dan spray antiseptik (Towaha, 2012)
c. Industri Pestisida Nabati
Menurut Nurdjannah (2004) dan Towaha (2012), eugenol cengkeh dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pestisida nabati, mengingat beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa eugenol efektif mengendalikan nematoda, jamur patogen, bakteri dan serangga hama.
Mekanisme antimikroba eugenol antara lain mengganggu fungsi membran sel, menginaktivasi enzim, menghambat sintesis kitin, sintesis asam nukleat dan protein serta menghambat produksi energi oleh ATP (adenosine triphosphate).
Pemanfaatan eugenol sebagai fungisida mampu menekan serangan Pytophtora palmivora pada tanaman lada, Fusarium oxysporum pada tanaman vanili, Drechslera maydis pada tanaman jagung, Aspergillus spp pada beras, Callosobruchus maculatus pada biji kacang hijau (Wiratno, 2009).
Begitupun pemanfaatan eugenol sebagai nemasida mampu mengendalikan Meloidogyne incognita dan Radhopolus similis pada tanaman lada, maupun Globodera rostochiensis pada tanaman kentang (Nurdjannah, 2004; Wiratno, 2009).
Adapun sebagai bakterisida mampu mengendalikan beberapa bakteri patogen seperti Bacillus subtilis pada tanaman jahe, Staphyloccocus aurens pada tanaman nilam dan Escheria coli pada tanaman kentang.
Sebagai insektisida efektif mengendalikan hama gudang seperti itophilus zeamais,Tribolium castanem dan hama penting di pertanaman seperti Aphis gossypii, Aphis craccivora, Ferissia virgata dan Valanga nigricornis, serta dapat membasmi kecoa di rumah.
Selain itu juga efektif sebagai moluskisida mengendalikan keong emas yang merupakan hama penting tanaman padi (Wiratno, 2009).
4. Cengkeh Di Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu sentra komoditas cengkeh di wilayah Jawa Timur. Luas areal pertanaman cengkeh di Pasuruan mencapai 1.103,79 Ha yang tersebar di beberapa kecamatan, diantaranya yaitu di Kecamatan Purwodadi, Tutur, Puspo, Tosari, Lumbang, Pasrepan, Purwosari, Prigen, Sukorejo, Pandaan dan Gempol. Kondisi rata-rata tanaman cengkeh di Pasuruan umumnya sudah diatas usia 10 tahun.
Berdasarkan perkembangan diatas, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun produksi cengkeh mengalami stagnasi atau bahkan penurunan. Pada kelima kecamatan sentra komoditas cengkeh, hanya pada Kecamatan Kare yang mengalami peningkatan produksi dalam 3 tahun terakhir. Sedangkan keempat kecamatan lainnya tidak. Bahkan pada Kecamatan Dagangan, meskipun dilakukan penambahan luas areal penanaman, produksi mengalami stagnan.
Kondisi suramnya komoditas cengkeh di Pasuruan, tidak lepas dari adanya beberapa faktor yaitu umur tanaman cengkeh yang sudah tua, rata-rata diatas 25 tahun, kurangnya pemeliharaan, serangan OPT tertentu yang cukup parah, yaitu serangan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) dan hama penggerek batang cengkeh. Hal-hal itulah yang menyebabkan tanaman cengkeh menjadi rusak.dan kurang produktif.
(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007).
Kondisi pertanaman cengkeh di Kabupaten Pasuruan seperti digambarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2007) bahwa dikarenakan usia tanaman cengkeh rata-rata diatas 25 tahun dan kurangnya pemeliharaan maka penutupan tajuk sudah mendekati antara 50% - 80% bahkan <50>
Tanaman yang bertajuk >50% masih dapat dikembalikan produktivitasnya dengan cara rehabilitasi dan intensifikasi melalui pemeliharaan (penggemburan tanah, pemupukan dan pengendalian OPT). Namun untuk tanaman yang bertajuk <50>
Rehabilitasi pada tanaman cengkeh merupakan upaya untuk memulihkan tanaman yang berada dalam kondisi kritis agar dapat berproduksi kembali secara normal. Rehabilitasi dilakukan terhadap tanaman cengkeh yang mempunyai tajuk >50%. Diharapkan dengan rehabilitasi secara bertahap kondisi tajuk akan meningkat menjadi >80% dan produksi menjadi 2-5 kali lipat. Rehabilitasi membutuhkan waktu kurang lebih 2-4 tahun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007).
Salah satu OPT yang menyerang tanaman cengkeh di Kabupaten Pasuruan adalah hama penggerek batang (diduga dari jenis Nothopeus sp.). Pada gambar 7. diatas terlihat gejala serangan hama penggerek batang cengkeh tersebut. Pada batang cengkeh terdapat lubang-lubang gerekan serta kotoran yang dihasilkan dari menggerek batang. Lubang gerekan pada satu pohon cengkeh rata-rata cukup banyak antara lebih dari 4 lubang.
Tanaman yang terserang hama penggerek batang akan merana pertumbuhannya karena aliran zat makanan yang dibutuhkan tanaman akan terganggu. Bila aliran zat makanan terganggu maka tanaman akan sulit memulihkan kondisinya.
Umumnya serangan hama penggerek batang menyerang tanaman berumur lebih dari 6 tahun dan semakin tua tanaman maka tingkat serangan makin tinggi. Akibat serangan hama penggerek batang, maka daun-daun muda yang semula berwarna hijau berubah warna menjadi kekuningan dan akan rontok, karena tidak mendapatkan asupan nutrisi. Selanjutnya pucuk-pucuk daun akan mati. Serangan berat akan dapat mematikan tanaman.
Selama ini cara pengendalian yang dilakukan terhadap hama ini adalah:
Organisme Pengganggu Tumbuhan lainnya yang cukup merugikan petani cengkeh adalah serangan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzygii. Penyebaran penyakit BPKC dibantu oleh serangga vektor yaitu Hindola sp. yang ditemukan pada pertanaman cengkeh di Kabupaten Pasuruan. Serangga Hindola sp. menyerang pucuk-pucuk daun cengkeh yang mulai bersemi. Serangga Hindola sp. menusuk dan menghisap cairan yang terdapat pada pucuk daun cengkeh. Serangga Hindola sp. membawa bakteri dalam tubuhnya. Pada saat menusuk dan menghisap serangga turut menularkan bakteri tersebut ke tanaman cengkeh. Sehingga tanaman cengkeh yang awalnya sehat akan tertular BPKC.
Pola penyebaran penyakit BPKC umumnya mengikuti arah angin. Penularan penyakit BPKC selain melalui vektor juga dapat melalui alat-alat pertanian yang digunakan untuk memotong tanaman sakit, seperti golok, gergaji, sabit.
5. Usaha Peningkatan Produktivitas Cengkeh di Kabupaten Pasuruan
Dalam rangka usaha meningkatkan produktivitas cengkeh di Kabupaten Pasuruan, maka beberapa kelompok tani melakukan kegiatan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Cengkeh.
Berdasarkan hasil survey lokasi Kelompok Tani Tunas Mekar Sari Sejahtera di Desa Kalipucang Kecamatan Tutur sebagai termasuk salah satu sentra tanaman cengkeh dan juga merupakan lahan cengkeh yang terserang penyakit BPKC dan penggerek batang dengan tingkat serangan tinggi. Pada lahan milik kelompok tani ini tanaman cengkeh sudah berusia lebih dari 30 tahun, dan penutupan tajuk rata-rata <50>
Ketiga macam metabolit sekunder tersebut adalah jamur antagonis Trichoderma sp. dan jamur entomopatogen Beauveria bassiana, sedangkan jenis bakteri yang diambil metablit sekundernya adalah jenis Pseudomonas fluorescens diaplikasikan secara bersamaan dengan cara dicampur. Metode aplikasi yang digunakan adalah memakai infus akar.
Selama ini berdasarkan wawancara dengan petani, petani cengkeh tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap penyakit BPKC, petani hanya berpikir tanaman cengkeh mereka hanya kekeringan dan kurang nutrisi dan bila musim hujan tiba sebagian besar tanaman tersebut akan pulih kembali. Mereka hanya melakukan pengendalian terhadap hama penggerek batang dengan cara memberi insektisida matador ke batang atau ranting kayu kemudian memasukkan pasak tersebut ke dalam lubang gerekan.
Melalui kegiatan PHT Cengkeh ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang selama ini dihadapi oleh petani cengkeh Kabupaten Pasuruan. Sehingga kedepannya diharapkan produktivitas cengkeh Kabupaten Pasuruan dapat meningkat dan kesejahteraan petani pun meningkat.
5. KESIMPULAN
Dari kegiatan ini dapat diambil kesimpulan bahwa menurunnya hasil panen cengkeh di Pasuruan disebabkan antara lain a. kondisi tanaman cengkeh yang sudah cukup tua yaitu lebih dari 30 tahun, b. adanya serangan OPT yang cukup tinggi intensitasnya yaitu hama penggerek batang, Jamur Akar Putih dan penyakit BPKC,
Tingginya serangan OPT pada pertanaman cengkeh disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan tanaman dan kurangnya pengetahuan petani mengenali jenis OPT serta tindakan dalam mengendalikan OPT tersebut. Dengan adanya kegiatan tersebut yang dilakukan oleh instansi terkait diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani baik dalam mengenali jenis OPT yang menyerang lahannya ataupun cara pengendalian yang ramah lingkungan.
Harapan kedepannya akan masa depan cengkeh di Pasuruan adalah petani lebih dapat menikmati hasilnya dengan bantuan dari pihak-pihak terkait, baik bantuan dalam penambahan pengetahuan dan ketrampilan dari segi teknis maupun dari segi pengelolaan pasca panen dan pemasarannya.
Komentar (0)
Belum ada komentar
Tulis Disini