PENGELOLAAN HAMA UTAMA TANAMAN KOPI
PADA PERTANIAN ORGANIK
Oleh:
Rudi Hartono, SP.
ULPPTP Kabupaten Pasuruan
Pendahuluan
Kopi untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada tahun 1996 melalui Malabar dan ditanam di perkebunan Kedawoeng di Batavia (Jakarta) sejak tahun tersebut tanaman kopi mulai dikembangkan di Indonesia dan mulai menjadi komoditas perdagangan karena dapat dimanfaatkan menjadi minuman yang menyegarkan badan dan pikiran serta rasa yang khas dari kopi tidak bisa digantikan oleh minuman lainnya (Samsulbahri, 1996).
Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi bergantung dan dipengaruhi oleh iklim, angin, dan tanah. Kebutuhan lainnya yang tidak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama juga penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat dipenuhi hal yang juga penting adalah pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh, dan pemberantasan hama juga penyakit.
Iklim yang cocok untuk tanaman kopi Robusta adalah garis lintang 20 derajat LS-20 derajat LU, ketinggian tempat 300-1500 m dpl, curah hujan 1500-2500 mm/th, bulan kering (curah hujan <60>
Kopi (Coffea sp.) merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena mempunyai peranan yang sangat besar sebagai penghasil devisa negara dan sumber pendapatan petani. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 Ha dengan produksi 686,92 ton (Ditjenbun, 2013). 95 % (Sembilan puluh lima) Persen dari luas areal perkebunan kopi tersebut merupakan perkebunan rakyat. Secara umum pada perkebunan rakyat, peningkatan luas areal tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan mutu. Rendahnya produktivitas maupun mutu kopi pada perkebunan rakyat biasanya disebabkan oleh umur tanaman yang sudah tua, kurangnya pemeliharaan / perawatan kebun oleh petani dan adanya serangan hama penyakit (Hasna, 2011).
Adanya serangan /gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) mengakibatkan produksi menurun dapat pada tingkat yang merugikan. Di perkirakan rata – rata 30 % pengurangan hasil dan produk potensial suatu komoditi disebabkan oleh adanya hasil serangan OPT (Kusmiati, 2012).
Budidaya Tanaman kopi dalam perkembangannya tak lepas dari gangguan hama dan penyakit yang sering menyerang dan mengancam produktivitasnya. Hama utama pada tanaman kopi adalah Hypothenemus hampeii, Hemileia vastatrix, Xylosandrus morigerus, Coccus viridis, Cercospora coffeicola, Nematoda, Xyleborus compactus, dan Planococcus citri.
Penanganan masalah OPT diterapkan konsep Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT) sesuai dengan Undang–Undang nomor 12 1992 dan PP No 5/1995 yang dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab petani dengan pemerintah. PHT merupakan suatu cara pengelolaan OPT dengan sangat memperhatikan faktor teknis, ekonomi, ekologis dan sosialisasi. Penerapan PHT di bidang perkebunan, pengamatan dan pengendalian terhadap OPT merupakan kegiatan antara dalam pelaksanaan perlindungan tanaman. Pengamatan perlu dilakukan oleh petani secara periodik di kebunnya masing–masing.
Perkembangan tanaman kopi dewasa ini semakin meningkat, hal ini terbukti dengan pemerintah meningkatkan ekspor non migas terutama kopi yang belakangan ini memiliki pasaran dunia. Seperti yang kita ketahui, bahwa kopi sangat banyak yang menyukainya untuk dijadikan minuman. Tetapi dengan adanya perkembangan eskpor tersebut, tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa OPT yang merugikan dalam pemeliharaan kopi.
Hama utama Kopi yang ditemukan pada kebun kelompok tani kopi yang dibudidayan secara organik antara lain:
Penggerek Buah Kopi (Hypothenem us ham pei)
Kumbang penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Scolytidae) bermetamorfosa sempurna (holometabola), yaitu telur–larva–pupa–dewasa. Telur berbentuk elips, putih transparan, dan berwarna kekuningan ketika akan menetas, berukuran sangat kecil, 0,52–0,69 mm. Larva membentuk seperti huruf “C”, tidak bertungkai, mempunyai kepala yang jelas, dan berwarna putih. Panjang tubuh larva instar terakhir 1,88–2,30 mm. Bentuk prepupa mirip dengan larva, hanya bentuknya kurang cekung, dan berwarna putih susu. Ukuran pupa bervariasi, panjangnya 1,84–2,00 mm . Kumbang berwarna hitam kecokelatan dan tungkainya berwarna lebih muda dengan ukuran betina (1,7 mm x 0,7 mm) lebih besar daripada jantan (1,2 mm x 0,7 mm). Tubuh kumbang berbentuk bulat pendek dengan pronotum menutupi kepala. Kumbang betina meletakkan telur di dalam lubang gerekan sebanyak 35–50 butir selama hidupnya, dan apabila menetas 33–46 butir (92%) menjadi betina.
Siklus hidup PBKo (dari telur sampai dewasa) 24–45 hari. Kumbang betina dapat bertahan hidup sampai 190 hari, sedangkan
jantan maksimum 40 hari. Sebagian besar kumbang betina yang telah kawin akan keluar untuk mencari buah kopi baru sebagai tempat peletakan telur. Kumbang dapat bertahan hidup pada buah kopi kering yang telah menghitam, yang masih menempel pada pohon maupun telah berjatuhan ke tanah. Kumbang jantan tetap hidup di dalam buah yang terserang. Hama PBKo ini sangat merugikan karena dapat berkembang biak sangat cepat dengan jumlah yang banyak. Jika tidak dikendalikan, dari 1 ekor betina dalam waktu 1 tahun dapat menghasilkan keturunan mencapai
100.000 ekor.
Gejala Serangan
Hama PBKo menyerang semua jenis kopi (Arabika, Robusta, dan Liberika). Kumbang betina mulai menyerang pada 8 minggu setelah pembungaan saat buah kopi masih lunak untuk mendapatkan makanan sementara, kemudian menyerang buah kopi yang sudah mengeras untuk berkembang biak. Kumbang betina akan menggerek bagian ujung bawah buah, dan biasanya terlihat adanya kotoran bekas gerekan di sekitar lubang masuk. Ada dua tipe kerusakan yang disebabkan oleh hama ini, yaitu gugur buah muda dan kehilangan hasil panen secara kuantitas maupun kualitas. Serangan pada buah kopi yang bijinya masih lunak mengakibatkan buah tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur, sedangkan serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu biji kopi karena biji berlubang . Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi yang akan mempengaruhi citarasa.
Xylosandrus morigerus (Penggerek cabang kopi)
Kumbangdisebut bubuk cabang ini menyerang tanaman Kopi, hama ini tersebar dari Afrika Timur, Madagaskar, dan Asia, termasuk Asia Tenggara. Serangannya menyebabkan ranting atau cabang mati dan daun-daun menjadi layu, Hama ini Biasanya lebih senang menyerang cabang/ranting yang tua/sakit. Ia juga menyerang ranting muda yang masih lunak. Kumbang ini membuat lubang masuk kedalam ranting pohon kopi sehingga pohon tidak berbuah. Kematian ranting akibat serangan serangan Xylosandrus sp. dapat menurunkan hasil panen yang cukup berarti. Tanaman inangna berupa kopi, umumnya kopi robusta. Jenis kopi lainnya kurang disukai, Tanaman inang lainnya teh, avokad, mahoni
Siklus Hidup
Perkembangan kumbang ini dalam satu generasi 3-6 minggu. Perbandingan jantan dan betina 1:20. Kumbang betina kawin dalam terowongan induknya sebelum terbang. Kumbang betina membuat terowongan dalam cabang atau ranting, kemudian membuat ruangan yang tidak teratur untuk meletakkan telur-telurnya. Kumbang bubuk ini bisa juga mengakibatkan datangnya cendawan ambrosia yang tumbuh di dinding terowongan. Cendawan tersebut dimakan oleh kumbang bubuk sebelum bertelur. Jumlah telurna sekitar 80 butir. Panjang kumbang bubuk ini sekitar 1,5 mm. Warnanya cokelat tua. Larva berwarna putih dengan panjang sekitar 2 mm. Kumbang Jantan lebih kecil daripada yang betina dan tidak bersayap sehingga tidak bisa terbang.
Xyleborus compactus (Kumbang bubuk dahan/ranting kopi)
Lavabre (1958) mengatakan bahwa pada kopi robusta serangan Xylosandrus compactus dapat menurunkan hasil sekitar 20%. Penyebaran penggerek ranting kopi terjadi melalui perpindahan hama dari satu pohon ke pohon lainnya. Semakin rapat jarak antar pohon, kemungkinan terjadinya perpindahan (penularan) hama ke pohon lainnya semakin besar (Hindayana et al., 2002).Penggerek ranting kopi (Xyleborus compactus) merupakan hama utama yang menyerang tanaman kopi dan menyebabkan penurunan hasil kopi secara nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X. compactus menyebabkan ujung ranting layu, menguning dan mati (Rahayu et. al., 2006). Imago betina merupakan penyebab utama kerusakan. Menyerang cabang lateral, batang muda dan tanaman kopi di pesemaian. Jika tanaman muda terserang, maka tanaman bisa mati. Kumbang ini berwarna hitam, panjang 1,5 – 2 mm. Larva berwarna putih, sedangkan kepalanya kuning. Panjang larva 2 mm. imago jantan lebih kecil dari betina dan tidak bersayap. Larva yang baru menetas berukuran kecil, berwarna putih, dan tidak berkaki, bergerak secara peristaltik (menggelombang).
Siklus Hidup
Kumbang ini merupakan kumbang yang mengembangbiakkan makanan untuk anak-anaknya, yaitu jamur Ambrosia sp.. Imago betina membuat lubang masuk ke ranting, lalu menggali lubang tersebut selama kira-kira 15 jam, kemudian berhenti untuk menunggu perkembangan jamur Ambrosia sp. yang dibawa masuk ke lubang. Setelah dinding lubang diselubungi oleh jamur, maka kumbang betina akan kawin. Jumlah telur sekitar 30-50 butir, diletakkan kedalam kelompok kecil terdiri 8-15 butir. Setelah 5 hari telur menetas, 10 hari kemudian larva menjadi pupa. Stadia pupa 7 hari (Pristiarini, 2011).
Menurut Drizd (2003) aktivitas larva ketika makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang, sehingga mengakibatkan semakin lebar dan panjangnya lubang gerek. Jumlah telur sekitar 30 – 50 butir, diletakkan dalam kelompok kecil terdiri dari 8 – 15 butir. Sesudah lima hari, telur menetas. Sepuluh hari kemudian menjadi larva, setelah itu menjadi pupa. Stadia pupa selama tujuh hari, kemudian ia keluar sebagai dewasa. Hama X. compactus menyelesaikan siklus hidupnya yang mengalami metamorphosis sempurna, dari telur, larva, pupa dan serangga dewasa di dalam lubang gerek
Faktor penting yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi dan serangan penggerek ranting adalah kelembaban udara. Kelembaban udara yang selalu tinggi terjadi pada musim hujan di daerah dengan curah hujan tinggi. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan bukan untuk perkembangan kumbang, melainkan untuk petumbuhan jamur ambrosia di dalam lubang gerekan yang selanjutnya menentukan pertumbuhan larva dan keperidian kumbang betina dewasa. Kalshoven (1981) mengatakan bahwa pada kelembaban yang agak rendah, kemungkinan terjadi serangan penggerek ranting lebih kecil. Rendahnya tingkat naungan atau pohon penaung, menyebabkan sinar matahari yang masuk ke lahan lebih besar, sehingga kelembaban udara menjadi lebih rendah (Dewi et al., 2006).
Gejala Serangan
Serangan X. compactus ditandai oleh adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm pada permukaan ranting tanaman kopi. Lubang gerek ini menuju ke bagian dalam ranting hingga mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh X. compactus betina dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek, serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga menetas dan sampai tumbuh dewasa. Larva yang berada di dalam lubang gerek tidak memakan jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia (Fusarium solani) yang tumbuh dan berkembang dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa oleh X. compactus betina dewasa sewaktu menggerek lubang.
Aktivitas larva ketika makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang, sehingga mengakibatkan semakin lebar dan panjangnya lubang gerek (Drizd, 2003). Serangga betina dewasa yang telah kawin akan keluar dari lubang gerek untuk mencari inang baru. Akibat adanya lubang gerek di dalam ranting menyebabkan terganggunya transportasi nutrisi sehingga ujung ranting layu, daun menguning, ranting hitam dan dapat menyebabkan kematian ranting. Apabila serangan berat terjadi pada sebagian besar ranting, maka dapat mengakibatkan kematian tanaman. Serangan X. compactus pada tanaman muda menyebabkan daun-daunnya gugur sehingga pertumbuhan dan pembuahannya terhambat, sedangkan serangan pada tanaman yang telah tua menyebabkan ranting-rantingnya mengering sehingga hasil kopi menurun.
Planococcus citri ( Kutu dompolan)
Morfologi hama ini yaitu pada imagonya berbentuk oval, berwarna kuning kecoklatan, kuning muda/kuning tua, panjang 3-4 mm, lebar 1,5 – 2 mm, tubuh dilapisi lapisan lilin. Telur berwarna kuning, dan diletakkan di dalam kantong yang terbuat dari bahan menyerupai benang-benang lilin halus yang berada dibawah tubuh betina. Kemampuan menghasilkan telur imago betina sampau 300 butir, diletakkan pada bagian tanaman dan berlangsung antara 2-17 hari. Nimfa yang baru menetas berwarna hijau muda/kuning pucat.
Populasi kutu dompolan meningkat pada musim kemarau, terutama bila kelembaban nisbi pada siang hari dibawah 75%. Ledakan populasi akan terjadi bila kelembaban nisbi turun dibawah 70% dan berlangsung terus menerus selama 3-4 bulan, dan hari hujan dibawah 10 hari. Termasuk kedalam ordo Hemiptera, famili Pseudococcidae. Penyebaran pada tanaman dibantu oleh angin, hujan, dan semut gramang. Kutu ini memproduksi embun madu yang disukai oleh semut. Bila produksinya berlebihan bisa timbul jelaga pada daun, tangkai dan buah, sehingga pertumbuhan pada bagian tersebut tidak normal dan kualitas buah mengalami penurunan (Rizky, 2011).
Gejala Serangan
Tunas bunga, bunga, dan buah muda yang terserang akan mengering dan gugur. Buah - buah yang sudah dewasa dan masak tidak gugur tetapi akan mengalami hambatan pertumbuhan sehingga berkerut dan masak sebelum waktunya. Kutu menyerang tangkai buah dan meninggalkan bekas berwarna kuning kemudian kering sehingga banyak buah yang gugur. Pada bagian tanaman yang terserang tampak dipenuhi oleh kutu-kutu putih seperti kapas.
Hama ini juga akan membuat tanaman kopi menjadi kurang berkualitas ciri yang bisa kita lihat dengan ciri menyerang bagian buah yang seperti terlilit bubuk putih.biasanya hama ini akan muncul akibat pohon naungan yang terlalu gelap. Potong sebagian ranting pohon di sekitar tanaman kopi supaya udara dan sinar matahari lebih bisa masih menyinari kopi.
Coccus viridis
Kutu hijau bersifat ovipar. Telur yang dihasilkan diletakkan dibawah imago betina. Setelah beberapa jam telur akan menetas. Jumlah telur yang dihasilkan mencapai 500 butir. Setelah menetas nimfa tetap tinggal beberapa di bawah badan induknya. Selanjutnya nimfa menetap dibawah permukaan daun, tunas dan buah. Setelah mulai bertelur, imago betina tetap tinggal ditempat sampai mati. Perkembangan dari telur didataran rendah berkisar 45 hari, sedangkan didataran lebih sejuk sekurang-kurangnya 65 hari. Walaupun yang menetas banyak, nimfa yang dapat terus hidup tidak banyak. Imago jantan jarang/tidak ada, sehingga reproduksinya dilakukan secara partenogenesis (Afruri, 2009).
Gejala Serangan C. viridis
Kutu tempurung (C. viridis) mengeluarkan embun madu, yang menyebabkan timbulnya cendawan jelaga yang akan menutup daun kopi pada pembibitan. Selain menutupi daun, embun jelaga juga akan menutupi buah kopi sehingga akan mempengaruhi proses asimilasi. Kutu tempurung hidup berkelompok di pangkal daun, tampak kutu kecil berwarna putih kehijauan, dan banyak semut di sekitarnya. Kutu tempurung juga menyerang tunas di bagian bawah daun, terutama dekat tulang daun dan buah muda. Kutu mengisap cairan tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil dan daun baru lambat tumbuh. Akhirnya tanaman mengering dan layu.
Pengendalian Hama Utama Kopi pada Pertanian Organik
Dalam budidaya pertanian organik pengendalian Hama yang diperbolehkan sesuai dengan aturan SNI 6729 tahun 2016 adalah pengendalian ramah lingkungan, baik menggunakan agens pengendali hayati, musuh alami maupun pestisida nabati.
Pengendalian hama Kopi yang dilakukan oleh petani antara lain:
Bila tidak dikendalikan dengan serius, hama penggerek buah Kopi dapat mengancam kelangsungan usaha budidaya. Oleh karena itu pemahaman tentang berbagai teknik pengendalian hama ini sangat dibutuhkan oleh para petani agar kerugian yang ditimbulkan akibat serangga ini dapat diminimalkan.
Komentar (1)
oriana Dolmo 2024-08-12 13:20:00
intensitas kerusakan yang di sebebkan oleh kumbang penggerek ranting tanaman kopi robusta bagaiaman cara menegetauhui penyebaran kumbang penggerek ranting kopi
Tulis Disini